Budidaya jamur
dalam prospektif ekologi-ekonomi adalah salah satu proses siklus materi di
ekosistem yang berdampak ekonomi. Budidaya jamur memanfaatkan limbah industri
perkebunan, peternakan, kehutanan, dan pertanian sebagai “media proses”
sehingga limbah tersebut mempunyai nilai ekonomis yang cukup besar bagi
pendapatan masyarakat. Limbah-limbah tersebut diantaranya adalah serbuk
gergajian kayu, jerami, bekatul, limbah jagung, limbah kelapa sawit, limbah
kapas, limbah kopi, ampas sagu, ampas daun teh, kulit biji kacang-kacangan dan
limbah-limbah lainnya termasuk baru-baru ini limbah ramie. Kegiatan budidaya
jamur kini telah menjadi kegiatan industri tersendiri dalam skala usaha yang
beragam. Di Indonesia komoditas jamur telah dibudidayakan sejak tahun 1955 dan
saat ini juga telah tersebar di beberapa wilayah Indonesia, terutama di Jawa
Barat (Subang, Indramayu, Karawang, Bogor), Jawa Tengah, DIY (Pakem, Kaliurang)
dan Jawa Timur.
Di Indonesia
varietas jamur yang dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomi ada 5 jenis utama.
Pertama, jamur merang (Volvaria volvaceae) dibudidayakan di daerah
Pantura Jawa mencapai 70% dari seluruh penyebaran di Indonesia, dan Sulawesi
Selatan. Jamur ini paling banyak dikonsumsi dibanding jenis jamur lainnya.
Kedua, jamur tiram putih (Pleurotus ostreotus) dibudidayakan di daerah
Jawa Barat (Bandung, Cianjur, Sukabumi, Bogor, Tasikmalaya, Ciamis, Garut dan
Kuningan). Ketiga, jamur Shiitake (Lentinus edodes) dibudidayakan di
Kabupaten Bandung, Cianjur, Sukabumi, Solo dan Bali. Keempat, jamur kuping
lokal (Auricularia auricula) dan jamur kuping hitam (Auricularia
polythrica) banyak dikembangkan di daerah Wonosobo, Temanggung, Magelang,
Yogyakarta, Klaten, Mojokerto dan Malang. Dan kelima, jamur Linzhi/reishi (Ganoderma lucidum) ditumbuhkan di
Bogor, Lembang dan Bandung.
Masih terbatasnya pasokan jamur Tiram di pasar
swalayan maupun pasar tradisional menggambarkan permintaan jamur tiram memang
lebih tinggi dibanding dengan penawarannya, peningkatan jumlah permintaan ini seiiring dengan semakin meningkatnya
kesadaran konsumen akan arti pentingnya gizi dan kesehatan. Jamur diyakini
sebagai bahan pangan yang sehat dengan produksi yang hampir tanpa menggunakan
pupuk buatan dan pestisida. Selain itu jamur mempunyai rasa yang enak dan
memiliki nilai gizi yang tinggi.
Dalam 10 tahun terakhir nilai ekonomis jamur tiram
terus meningkat. Jamur jenis ini sudah lebih dikenal dan memasyarakat
dibandingkan jenis jamur lainnya. Permintaan akan produk ini senantiasa
meningkat juga disebabkan karena kebutuhan pasar akan produk kian meluas, tak
hanya dalam bentuk segar, tetapi juga olahan. Pasar jamur tiram putih sangat
potensial. Dengan rasanya yang enak, selain untuk konsumsi dalam negeri, produk
ini juga menembus pasar ekspor. Kebutuhan jamur tiram dalam bentuk kering
maupun yang telah dikalengkan untuk beberapa negara seperti Singapura, Taiwan,
Jepang, Hongkong cukup tinggi. Jangankan memenuhi pasokan tersebut, kebutuhan
jamur dalam negeri saja, petani sulit memenuhi permintaannya. Oleh karena itu,
penulis ingin membudidayakan jamur tiram khususnya di Yogyakarta agar pasokan
jamur tiram mencukupi permintaan pasar. Dimana penulis akan memberikan
penawaran harga yang dapat dijangkau oleh pasar, baik dari kalangan ekonomi
lemah sampai kalangan ekonomi atas. Selain itu, penulis ingin menggalakkan
jamur sebagai makanan yang kaya akan gizi yang dapat membantu penyembuhan
berbagai macam penyakit. Terlebih lagi, dengan adanya budidaya jamur tiram ini,
penulis dapat membuka lapangan kerja baru bagi penduduk sekitar karena suatu
usaha budidaya jamur cukup memerlukan tenaga kerja yang banyak. Misalnya,
sebagai supir, pemetik, dan pengemas. Dengan adanya lapangan kerja baru, usaha
budidaya jamur dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar tempat budidaya
jamur tiram.
Harga jamur tiram putih di pasaran bervariasi
sekitar Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per baglog. Ada juga yang menjual Rp 12.000
per kg untuk partai, atau harga eceran hingga Rp 14.000 per kg. Permintaan
akan produk ini senantiasa meningkat juga disebabkan karena kebutuhan pasar
akan produk kian meluas, tak hanya dalam bentuk segar, tetapi juga olahan
berpotensi mendapatkan keuntungan yang cukup besar.